Senin, 08 November 2010

Between 2 Love (Chapter 13 : I want to tell my Love)

Pagi ini Suna kembali bersekolah. Itu karena Getrin yang memberitau kalau sebenarnya Ney itu hanya pura-pura amnesia. Entah benar atau tidak, Suna ingin memastikannya sekarang, makanya dia masuk sekolah. Sesampainya dia di kelas, Suna langsung duduk dibangkunya, Ney belum datang. Apa jangan-jangan tidak masuk ya?

Bel masuk pun berbunyi, Ney masih belum datang. Apa memang tidak masuk? Tidak. Pada saat guru mengabsen siswa, tepat pada saat itu Ney datang. Dia melihat Suna duduk dibangkunya, mengetahui itu Ney merasa harapannya didengar Tuhan kemarin. Syukurlah..
Tanpa basa basi, Ney langsung duduk dibangkunya. Wali kelas mereka tidak terlalu peduli jika ada yang terlambat, aneh. Tetapi sebenarnya orangnya agak galak..
Suna melirik ke arah Ney, Ney sedang melulis sesuatu lalu melemparkannya pada Suna secara diam-diam. Suna pun membaca isinya..

Hi Suna! Kenapa kemarin nggak masuk? Aku kangen lho! Kemarin aku nggak bisa tidur dan terus-terusan berharap kau akan masuk. Kemarin juga aku sempat cemburu ketika mendengar kalau Getrin akan mengajakmu jalan-jalan. Oya, maaf ya aku pura-pura amnesia. Sepertinya kau sudah tau ketika jalan-jalan dengan Getrin. Maaf ya… tetapi sebenarnya bukan begitu! Aku Cuma ingin mengetes, apakah aku sanggup melupakanmu? Tidak, aku sudah terlanjur menyukaimu, jadi sulit untukku melupakanmu. Aku ingin terus kau berada dalam pikiranku. Meskipun aku bisa gila hanya karenamu. Jadi kuharap kau tak marah padaku. Oya, tambahan lagi! Nanti jam istirahat tunggu aku ditaman sekolah. Ada yang ingin ku katakan padamu. Thanks!

Suna tersenyum kecil lalu melirik ke arah Ney. Ney tau dirinya diperhatikan Suna, tetapi dia berusaha fokus ke papan tulis memperhatikan guru menerangkan, mekipun sebenarnya dia ingin melirik dan menatap wajah Suna. Getrin yang memperhatikan Suna merasa kalau Suna dan Ney sudah mulai berbaikan, dan ini bisa jadi langkah buruk baginya. Tetapi tak masalah, asalkan Suna bisa tersenyum, itu sudah cukup untuknya.



“Apa yang ingin kau bicarakan padaku?” tanya Suna yang menatap wajah Ney

Ney diam sejenak, menunggu angin berhembus dan dia pun mulai membuka mulut.

“Sewaktu aku tertidur di rumah sakit, aku bermimpi bertemu seorang gadis yang mirip denganmu. Gadis itu ingin aku tersadar dari mimpiku. Dia terus-terusan meneriakkan namaku dan menangis sambil berharap aku akan membuka mataku. Sewaktu itu, aku nggak tega melihatnya menangis, aku nggak ingin dirinya menangis. Karena itu aku ingin minta maaf padamu. Jika memang gadis itu adalah kau, maafkan aku. Karena sudah membuatmu menangis. Maaf” kata Ney. Dia menundukkan kepalanya dan ekspresi wajahnya murung sekali.

Suna tersenyum mendengar hal itu dari Ney. Dia lalu menarik nafas panjang. Dia ingin menyatakan perasaannya sekarang. Tetapi dia gugup sekali, sulit untuk berkata. Tidak! Dia harus tetap tegar, mungkin inilah satu-satunya kesempatan! Dia harus memanfaatkannya dengan baik! Harus!

“Ney, ada yang ingin aku katakan…” kata Suna gugup

Ney tersenyum lalu mempersilahkan Suna berbicara. Dia akan menjadi pendengar yang baik untuk Suna.

“Aku juga… Sewaktu kau dirumah sakit Berharap kau akan membuka matamu… Aku Melihat wajahmu yang tertidur jadi… berdebar-debar… entah darimana aku ingin melihat kau membuka matamu dan memanggil namaku… pada saat itu.. aku tau kalau… kalau aku…”

“Jendral!” jerit seorang gadis yang memanggil Ney

Ney dan Suna melirik kearah suara itu. Terlihat seorang gadis manis berambut panjang berlari kearah Ney. Siapa dia?

“BrigJend, ada apa?” tanya Ney serius

“Tadi ada masalah saat rapat… Makanya aku mencarimu” balas gadis itu dengan nafas terengah-engah

“Baiklah, aku mengerti. Aku akan segera membereskannya sepulang sekolah nanti” balas Ney dengan tatapan serius dan mata yang begitu jernih.

Gadis itu tersenyum kearah Ney. Ney lalu mengusap-usap gadis itu sambil tersenyum dan berkata terima kasih dengan nada yang menyenangkan. Suna terdiam murung, dadanya sakit… pengakuannya tidak dianggap Ney dan Ney malah pergi dengan gadis itu meninggalkannya tanpa pamit. Kejamnya…

Suna memang tidak mengenali siapa gadis itu. Tetapi tetap saja, gadis itu menyebalkan…



“Nah, sudah selesai” kata Ney yang merapihkan tumpukkan kertas dokumen

“Sudah selesai? Cepat sekali” tanya Ray nggak percaya. Dia melirik Ney dengan pandangan tak meyakinkan

“Kau bisa cek sendiri” balas Ney yang beranjak dari tempat duduk lalu pergi meninggalkan mereka

Setelah Ney keluar dari ruangan, Ray langsung memeriksa kerjaan Ney. Ternyata memang sudah selesai. Cepat sekali dia mengerjakannya. Ray melirik kearah Erza lalu bertanya mengenai keadaan Ney. Akhir-akhir ini Ney sedikit aneh, dia mengerjakan pekerjaannya dengan cepat sekali ditambah lagi hari ini dia nggak heboh seperti biasa. Ada apa?
“Kalau kau tanya yang begituan, jangan nanya aku! Emangnya aku ngerti yang beginian?” tanya balik Erza. Sepertinya Erza juga merasakan hal yang sama.

“Kalau soal Jendral yang amnesia, sebenarnya dia tidak amnesia” kata Rin yang tiba-tiba muncul dan mengagetkan Ray dan Erza

Ray dan Erza sempat terdiam beberapa saat lalu mulai bingung. Amnesia yang pura-pura?
“Apa maksudmu BrigJend?” tanya Erza

“Tadi aku melihat Jendral lagi bersama Suna, sepertinya membicarakan sesuatu… Tapi entahlah, Jendral seakan-akan ingat jelas dengan Suna” balas Rin memberitau

Ray dan Erza saling bertatapan mendengar perkataan Rin. Mereka lalu hanya diam dan kembali mengerjakan tugas mereka masing-masing.



Ney pulang kerumah, sesampainya dirumah dia melihat Halzen sedang asik-asiknya menonton film dewasa bareng teman-temannya. Ney hanya cuek lalu masuk kekamarnya tanpa memberi salam terlebih dahulu.

Ney masuk kekamarnya dan langsung menggeletakkan dirinya diatas kasur. Dia menyetel MP3 dari ponselnya lalu memejamkan matanya. Dia bermimpi lagi! Gadis yang waktu itu ditemuinya menangis lagi. Kenapa? Apa yang dia lakukan?

“Hei, kau kenapa?” tanya Ney yang mendekati gadis itu

Gadis itu malah menjauh dari Ney. Wajahnya terlihat begitu murung seperti seseorang yang kesepian. Gadis itu pergi berlari menjauh dari Ney. Ney mencoba mengejar tetapi gadis itu tidak terkejar. Ney tetap mencari gadis itu meski dia tidak menemukannya. Pandangannya jadi kacau, seluruhnya berubah jadi putih. Ada apa ini..?

“Hei! Kau diamana?” tanya Ney

Tidak ada reson sama sekali. Aneh… Kemana gadis itu? Apa dia tidak bisa berbicara?
Ney pun tersadar dari mimpinya begitu saja. Aneh, dia tidak merasakan apa-apa. Tidak ada hal yang membuatnya bisa terbangun dengan mudahnya. Tetapi kenapa dia bisa tersadar begitu saja?

Sabtu, 23 Oktober 2010

Between 2 Love (Chapter 12 : Reality)

Hari ini Ney benar-benar sudah masuk sekolah, tetapi Suna justru tidak masuk sekolah. Suna takut bertemu dengan Ney, takut hatinya akan tersakiti jika melihat wajahnya, takut jika Ney tidak mengenalnya dan detak jantungnya akan berhenti begitu saja.
Setelah jam istirahat. Getrin menemui Ney untuk bicara dengannya, Ney acuh tak acuh menerimanya begitu saja. Mereka pergi ke tempat yang sepi yang hanya ada mereka berdua disana, Getrin mengajak Ney ke gedung olahraga. Ney baru tau kalau disekolahnya ada gedung olahraga.

“Ada apa mengajakku kemari? Aku nggak bisa main basket” kata Ney cuek

Getrin menatap Ney dengan pandangan yang begitu sinis. Ney sama sekali nggak mengerti Getrin. Ada apa sih? Entah kenapa Getrin jadi aneh. Apakah perasingan mereka sudah selesai? Ataukah ada masalah lain?

“Aku dengar kau amnesia akan Suna, ya?” tanya Getrin serius

“Lagi-lagi, Suna. Siapa sih? Gak jelas banget!” balas Ney ketus. Dia sepertinya sudah bosan dengan pertanyaan tentang Suna

“Berhentilah berpura-pura bodoh! Aku tau kau pura-pura amnesia,’kan?” kata Getrin menebak.

Ney terdiam dan berpikir senejak. Dia nggak menanggapi pertanyaan Getrin dan hanya ringan membalas..

“Sepertinya iya” katanya memalingkan mata kearah lain

Getrin benar-benar bingung tak mengerti. ‘sepertinya’ tidak masuk akal sekali, atau jangan-jangan Ney ingin melupakan Suna untuk sementara waktu atau apa?

“Kau ingin melupakan Suna, ya?” tanya Getrin, dia merasa bingung dengan pertanyaan Ney

“Iya, setidaknya sampai dia melupakanku” balasnya

Getrin tidak mengerti apa maksudnya. Apa itu artinya Ney menghindar?

“Kau mau kabur?” tanya Getrin

Ney menggeleng. Lalu dia pergi meninggalkan Getrin. Getrin mencoba mencegah tetapi yang dijawab Ney hanyalah membiarkannya untuk sementara. Getrin menurut, meskipun sebenarnya dia tidak yakin dengan Ney. Satu harapan saja dari Getrin, dia ingin menang melawan Suna dengan cara yang imbang.



Suna bosan dirumah. Dia ingin pergi tetapi tak tau ingin kemana. Hari ini menyebalkan sekali, Ney tidak ingat padanya membuatnya malas bersekolah. Kalau saja Ney ingat padanya, Suna pasti tidak akan kebosanan seperti ini.

Suna melihat ponselnya berdering. Telepon dari Getrin. Ada apa? Bukannya seharusnya dia bersekolah?

“Halo?” tanya Getrin

“Halo. Getrin ada apa? Kenapa menelpon? Bukannya kau harusnya bersekolah?” tanya Suna bingung

“Iya, aku lagi disekolah, bagaimana kalau sepulang sekolah nanti kita jalan-jalan? Aku yang traktir” balasnya.
Sepertinya Getrin sedang senang sekali hari ini.

Suna tidak merespon. Getrin yang menunggu jawaban Suna terpaksa menutup teleponnya karena bel masuk kelas sudah berbunyi. Getrin lalu menunggu jawaban Suna, dia menyuruh Suna mengirim SMS padanya jika dia ingin jalan-jalan atau tidak lalu langsung menutup teleponnya. Suna sebenarnya ingin, tetapi dirinya sedang malas hari ini, jadi terpaksa dia menolak. Tetapi Suna nggak tega dengan Getrin yang sudah mengajaknya dengan hati yang senang itu, dia nggak ingin senyum Getrin berubah menjadi mendung hanya karena dia menolak tawaran Getrin, jadi dia menerimanya.



Suna sampai di kafe dekat sekolah. Kafe itu benar-benar ramai, banyak sekali orang yang berdatangan terutama murid sekolahnya. Suna melirik ke arah jendela, dia melihat Getrin sudah ada di depan pintu kafe dan bersiap untuk masuk. Suna melihat Getrin datang sendirian, tidak membawa siapa-siapa terutama Ney, Suna lega mengetahuinya.

“Maaf membuatmu lama menunggu” kata Getrin, lalu duduk di kursi yang sudah disediakan.

“Tak apa, aku juga baru sampai” balasnya sambil tersenyum ke arah Getrin, meski senyumnya dibuat-buat Suna tetap memaksakan diri untuk tersenyum. Jangan sampai senyumannya surut begitu saja.

Pelayan lalu datang menanyakan pesanan, Suna dan Getrin pun memesan apa yang mereka mau lalu pelayan itu mengangguk dan pergi. Suna menatap Getrin sambil tersenyum, dia merasa kalau Getrin sedikit berubah, meski tak tau ada perubahan dimana, tetapi sepertinya Getrin berubah.

“Ada apa melihatku sambil senyum-senyum?” tanya Getrin, dia tau sejak tadi diperhatikan

“Ah, nggak. Sepertinya kau sedikit berubah” balas Suna dan masih tetap memandang Getrin

Getrin tersenyum melihat Suna mengetahuinya. Ternyata Suna peka untuk hal seperti ini. Suna melihat Getrin tersenyum padanya, mulai melalingkan pandangannya. Getrin tertawa, begitu juga dengan Suna. Dia merasa dirinya aneh, dia boleh menatap orang lain tetapi orang lain tidak boleh menatapnya, apa lagi sambil senyum-senyum begitu! Nanti Suna bisa ke-GR-an dibuat Getrin. Tepat pada saat itu, pesanan Suna dan Getrin sudah datang dibawakan si pelayan. Suna dan Getrin mengucapkan terima kasih lalu si pelayan itu pun pergi.

“Oh iya, ada apa mengajakku kesini?” tanya Suna sambil meminum minumannya

“Nggak ada apa-apa. Hanya saja, kenapa tadi kau tidak masuk sekolah? Aku khawatir lho” balas Getrin yang memperhatikan Suna

Suna tidak merespon, dia lalu memalingkan pandangannya dan mulai murung. Getrin tau apa alasannya, Suna pasti takut bertemu dengan Ney. Sudah diduganya, Ney merupakan alasan Suna menjadi aneh akhir-akhir ini. Suna jadi jarang senyum juga mengontaknya, setiap kali di telepon pasti tidak merespon. Meskipun sewaktu dibandara dia terlihat baik-baik saja, tetapi sebenarnya dia terpikir akan amnesianya Ney kepadanya. Suna lalu melirik Getrin dan mulai kembali tersenyum

“Getrin, bagaimana keadaan Sumi? Katanya dia sekelas dengan kita, ya?” tanya Suna mengalihkan pembicaraan

“Iya, begitulah, dia duduk dibelakangmu. Tadi dia juga sempat kuatir karena kau tidak masuk” balas Getrin yang menatap jernih wajah Suna

“Begitu, ya… Tadinya aku juga ingin masuk sekolah, tetapi aku bangunnya kesiangan, jadi nggak masuk deh. Kalau pun masuk nanti juga adanya di omeli guru” kata Suna bohong

Getrin percaya dengan apa yang dikatakan Suna. Meski pun dia nggak yakin, tetapi mengingat kebiasaan Suna alasan itu masuk akal baginya.

“Ayo” kata Getrin sudah bersiap berdiri

“Eh? Mau kemana?”

“Bukankah sudah ku bilang kita ingin jalan-jalan? Ayo kita pergi, my Lady” balas Getrin dan memberikan tangannya pada Suna



Ney sebal sekali hari ini. Itu dikarenakan Getrin yang menanyakan tentang Suna lagi dan menebak dia hanya pura-pura amnesia. Memang itu benar, untuk sementara Ney ingin melupakan Suna. Setidaknya, untuk sementara…

Apa aku bisa..? tanya Ney. Sepertinya dia gelisah.

Ney menyandarkan kepalanya di tembok kamarnya, merenungkan apa yang terjadi hari ini. Ney merasa sebal, apa lagi Getrin yang sepulang sekolah memberitau kalau dia akan jalan-jalan dengan Suna. Itu membuat Ney ingin memata-matai Suna dan Getrin. Tetapi apa bisa? Dia,’kan sedang berpura-pura amnesia akan Suna. Jadi terpaksa membiarkan Getrin dengan Suna. Satu harapannya, dia ingin agar Suna tidak jatuh cinta pada Getrin. Hatinya bisa sakit karena hal itu, tetapi mungkin keputusannya untuk melupakan Suna malah akan membari kesempatan pada Getrin, apa lagi pada saat itu Ney tidak sengaja mendengar kalimat yang tak ingin didengarnya.

Ah… Pikiranku kacau lagi..! gerutu Ney

Dadanya terasa sakit, seperti diremas-remas. Dia ingin bertemu Suna, meminta maaf padanya akan apa yang dia lakukan

“Ah..!! Sial!”

Selasa, 12 Oktober 2010

Between 2 Love (Chapter 11 : Do you forget me?)

Hari ini Ney sudah boleh keluar rumah sakit. Keadaannya sudah membaik dan dia bisa bersekolah lagi. Meski pun begitu, Ney masih saja amnesia akan Suna. Ditanya berkali-kali dia pasti tidak tau. Dokter bilang Ney amnesia akan hal yang memang ingin dilupakannya, itu berarti Ney ingin melupakan Suna? Tapi Halzen tetap saja mengingatkan Ney akan Suna, meski Ney berkali-kali menyuruh kakaknya untuk tidak membahas Suna tetapi Halzen tetap saja berseri keras.

“Kakak, berapa kali harus aku beritau kalau aku nggak kenal dia?” tanya Ney sudah mulai sebal dengan Halzen

“Entahlah, tapi aku nggak yakin kau lupa” balas Halzen yang menatap wajah Ney dengan ekspresi sebal

Ney pun pergi berlari meninggalkan Halzen tanpa bertanya atau pun berkata apa-apa lagi, dia sudah bosan dengan pertanyaan kakaknya itu dan berharap dia tidak akan mengatakan apa-apa lagi tentang Suna.

Halzen merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya, dia menelpon Suna dan memberitau kalau Ney sudah bisa bersekolah lagi, tetapi Suna tidak memberi respon dari sana, dia tau meski pun Ney masuk sekolah dirinya tidak ada dalam pikiran Ney. Kenapa disaat Ney menyukainya dia malah cuek? Sekarang malah keadaan berbalik. Apa tidak ada cara supaya ingatan Ney kembali padanya? Halzen menutup teleponnya lalu pergi mengejar Ney. Dia tau kalau Ney pergi menemui pasukannya yang dianggapnya bocah-bocah. Halzen melihat Ney pergi memasuki rental game, seperti yang sudah dia duga, pasti janjian ketemu di rental game.

Menyebalkan, baru sehat langsung main game! Kalau luka lagi nggak tanggung deh! Kata Halzen sebal.

Halzen pergi meninggalkan Ney, membiarkannya melakukan apapun sesukanya, tak peduli apa yang akan terjadi padanya nanti itu bukan lagi urusannya. Yang terpenting Ney sudah baikkan dan sekarang malah main game bukannya istirahat. Anak yang petakilan yang menyebalkan!

“Kalau sampai ambulance mengangkutmu lagi, aku nggak mau mempedulikanmu lagi”



Suna mendengar ponselnya berbunyi. Telepon dari siapa? Nomornya tidak ada di kontak list-nya. Suna tak mempedulikannya dan tetap mengangkatnya. Dia mendengar suara seorang cowok yang tak asing baginya.

“Halo?”

“Ya? Ini siapa ya?”

“Ini aku, Halzen”

Suna terdiam sejenak sambil berpikir. Tunggu dulu, bagaimana Halzen bisa tau nomor telponnya padahal dia tidak pernah memberitaunya. Suna juga nggak pernah memberitaukan nomornya ke Ney, bagaimana bisa?

“Darimana kau tau nomorku?” tanya Suna yang mengerutkan kening

“Aku dapat dari Getrin, katanya dia punya nomormu, jadi aku minta. Maaf mengagetkanmu”

“Tak apa. Ada apa? Tumben menelpon”

“Aku igin memberitaukanmu, kalau Ney sudah bisa keluar dari Rumah Sakit dan boleh bersekolah lagi” kata Halzen, sepertinya dia terdengar senang, tetapi suaranya mulai jadi surut

“Tapi sayangnya dia amnesia akan dirimu” sambungnya, wajah Halzen mulai buram
Suna terdiam murung. Dadanya mulai sakit.

Sudah diduganya kalau Ney bermaksud untuk melupakannya, entah apa yang dilakukannya tetapi pasti sudah membuat Ney menderita sampai-sampai ingin melupakannya.

“Halo? Suna?” tanya Halzen karena Suna tidak merespon apa-apa. Sebenarnya Halzen tau kalau Suna pasti serak mendengarnya.

“Suna? Kau baik-baik saja? Kalau kau syok, bagaimana kalau kita ketemuan saja? Mungkin aku bisa sedikit menghiburmu”

Tidak…

Suna tidak bisa bergerak, dia ingin membalas perkataan Halzen tetapi mulutnya tak mau terbuka untuk berbicara. Dadanya sakit, jantungnya bagaikan berhenti berdetak. Sulit untuk bernafas karena sakit. Sakit sekali jika seseorang yang dicintai melupakan seseorang yang mencintai..

Halzen terdiam mendengar Suna tidak merespon. Dia lalu menutup teleponnya dan membiarkan Suna untuk menenangkan diri sejenak. Jika tau akan seperti ini seharusnya Halzen tidak memberitaukannya, apa lagi amnesianya Ney terhadap Suna. Halzen menyandarkan kepalanya di pohon dibelakangnya lalu menatap langit dan dedaunan yang gugur.

“Suna, maafkan aku..” kata Halzen yang menatap langit dan dedaunan

“Apa seharusnya aku tak perlu memberitaukanmu?”

Sakit…


“Maaf..”

Sakit sekali…


“Aku nggak bermaksud…”

Jika seseorang yang dicintai melupakan orang yang mencintai. Bagaimana perasaan orang yang mencintai itu? Pasti akan terluka, menangis, dan terasa amat sangat sakit… Jika dilupakan dan melupakan, akan terasa sakit…

Suna masih terdiam tidak berkata. Dia tidak menyadari kalau air matanya sudah menetes jatuh ke tangannya.

Jangan.. Jangan menangis… Untuk sekali ini saja, jangan menangis… Aku tau kau kuat… Setidaknya, sekali saja untuk masalah ini..

Kamis, 07 Oktober 2010

Between 2 Love (Chapter 10 : The Lost sister)

Sepulang sekolah, Suna langsung menyalakan Laptopnya dan menulis novelnya. Dia benar-benar sedang mod menulis, impiannya menjadi seorang novelis ingin sekali cepat terwujud. Meski dia masih bersekolah, tidak ada salahnya anak sekolah menulis novel bukan? Suna tak ingin impiannya menjadi novelis tertunda hanya karena umur. Lagi pula dia masih pemula dan harus banyak belajar, jadi dimaklumi saja.

Suna melirik kea rah jam, tak disadarinya sudah 3jam berlalu semenjak dia menulis. Tangannya pegal sekali, belum lagi dia harus mengetiknya dan menyerahkannya ke pusat. Membubtuhkan waktu yang lama. Meski pun novelnya diminati teman-teman di dunia maya, Suna belum yakin novelnya bisa diminati di dunia nyata.

“Lalu nanti, Earl akan memeluk Victoria dibawah salju yang sedang turun” katanya sambil menulis Novelnya.

Tak lama, suara ponselnya berdering. Telpon dari kakaknya. Sudah hampir sebulan dia tidak pulang.

Suna mengangkat telpon dari kakaknya itu dan mengarahkannya ke telinga

“Halo” katanya

“Suna? Kau bisa menjemputku tidak?” Tanya kakaknya

“Apa? Kakak kemana?” Tanya Suna

“Aku sibuk akhir-akhir ini. Maaf waktu itu aku berjanji menginap 1 hari, tapi karena tiba-tiba dosen memberi tugas lagi, makanya aku pergi ke luar kota mencari sesuatu. Maaf nggak bilang-bilang. Sekarang kau bisa menjemputku? Dibandara. Ok? Sampai jumpa” jelas kakaknya dan langsung menutup telponnya

Suna belum berbicara banyak. Kakaknya memang menyebalkan, selalu saja melakukan hal yang membuatnya langsung sebal setengah mati padanya. Jika sudah bertemu dengan kakaknya nanti, Suna ingin sekali memukulnya lalu marah-marah nggak jelas!



Getrin pergi kebandara menjemput adiknya pulang dari Jepang. Seperti dugaannya, sulit mencari adiknya yang sering hilang-hilangan.

“Dasar, kau ini… kemana saja sih? Aku sampai kewalahan mencarimu!” gerutu Getrin sebal.

Adiknya hanya senyum-senyum melihat kakaknya. Getrin mengangkat alisnya lalu pergi membeli minum untuknya. Tepat pada saat itu, Getrin melihat seorang gadis yang mungkin saja pernah ditemuinya. Getrin mencoba menghampiri gadis itu. Ternyata dia tidak salah, itu Suna sahabatnya!

“Suna!” tegur Getrin sambil melambai-lambaikan tangannya dikerumunan orang banyak.

Suna melirik ke arah suara tersebut. Dia merasa pernah mendengar suara itu. Suna melihat sekelilingnya dan mendapati Getrin berada di belakangnya sedang melambai-lambaikan tangannya. Suna langsung berlari kearah Getrin sambil tersenggal-senggal.

“Kau sedang apa disini?” Tanya Getrin

“Menjemput kakak, habis melayap dari rumah dan nggak pulang 3 hari” balas Suna sebal sambil melipat tangannya.

“Kau sendiri sedang apa?” Tanya Suna

“Menjemput Sumi, kau tau,’kan dia baru saja pulang dari Jepang?” balas Getrin

Suna menangguk. Kemudian dia buru-buru meninggalkan Getrin karena kakaknya menunggunya. Getrin tidak membiarkan Suna sendirian, jadi dia menemaninya menemui kakaknya. Suna tersenyum senang lalu dia dengan Getrin pergi mencari kakaknya.



Kak Getrin lama… pikir Sumi yang duduk tenang di bangku yang ada di bandara
Aku ingin mencarinya, mungkin saja dia ada masalah sambung Sumi lalu pergi mencari kakaknya.

Sumi tau kakaknya menyuruhnya untuk tinggal disitu, tetapi Sumi bosan karena kakaknya tidak datang-datang, jadi dia terpaksa mencarinya. Sumi pergi mencari kakaknya mengelilingi bandara, entah kakaknya sadar atau tidak, Sumi tetap saja mencarinya karena dia paling tidak suka menunggu…

Kakak dimana, ya..? Apa jangan-jangan tersesat? Tanya Sumi sambil melirik kesana-sini
Tanpa Sumi sadari, sudah 2 jam berlalu semenjak dia mencari kakaknya. Sekarang dia tidak tau ada dimana. Sumi pun berlari tanpa arah, mencari tempat yang ramai dengan orang-orang karena dia takut sendirian.

Kemana jalan kembali…? Sumi panik setengah mati, kuatir kakaknya sudah meninggalkannya dibandara sendirian. Sumi lalu mencoba menghubungi kakaknya, tetapi dia ingat kalau dia tidak menyimpan nomor kakaknya di ponselnya. Yang dia simpan hanyalah nomor rumah saja. Sumi lalu menelpon rumahnya, setelah tersambung Sumi langsung bertanya pada seseorang yang mengangkat telepon apakah kakaknya ada disana

“Halo? Ini Sumi, sekarang aku tersesat dibandara, apa disana ada kakak?” tanya Sumi panik

“Sumi! Kau sudah pulang? Kenapa nggak kabar-kabar?” tanya seseorang ditelepon tanpa memberi jawaban atas pertanyaaan Sumi

Sumi terdiam sejenak sambil berpikir, entah kenapa dia kenal suara ini… Hm… Ah iya! Ini kan Shelley sepupunya. Ternyata dia ada dirumahnya! Sedang apa dia?

“Ini Shelley-chan, ya? Apa kabar? Iya, maaf nggak kabar-kabar, kemarin aku sibuk sekali sampai-sampai aku baru saja pagi tadi menghubungi kakak” kata Sumi tersenyum sampai lupa apa maksud tujuannya menelpon ke rumah

“Oh, nggak apa-apa kok! Aku tau betapa sibuknya dirimu Sumi”

“Ngomong-ngomong, kenapa kau ada dirumahku Shelley-chan?”

“Iya, aku menginap seminggu disini, besok pulang. Soalnya aku ada tugas penting”

“Oh”

“Oya, tadi kau ingin menyampaikan apa?”

Sumi mengerutkan kening. Dia lalu berpikir sejenak sampai-sampai dia merasa ada meteorit jatuh ke kepalanya dan baru ingat apa yang ingin dikatakannya.

“Shelley-chan, kak Getrin ada dirumah tidak?” tanya Sumi nggak sabaran

“Nggak, memangnya kenapa?” tanya Shelley sambil menggaruk-garuk kepalanya

“Kalau kak Getrin ada dirumah, tolong hubungi aku, ya! Arigatou”

Sumi langsung menutup telponnya dan kembali mencari kakaknya. Dia pergi kesana-sini tetapi tidak menemukan kakaknya. Kemana dia?

“Kakak kemana sih…?” tanya Sumi yang mulai meneteskan air matanya

Sesaat, ada seseorang yang menegur Sumi, ketika Sumi melirik ke arah suara itu. Suaranya suara perempuan, dia sudah tidak berharap kalau orang itu adalah kakaknya, tetapi ternyata orang asing yang sepertinya dia kenali…

“Hi Sumi” katanya sambil melambai-lambaikan tangannya dan tersenyum pada Sumi

Sumi hanya diam tidak merespon sapaannya. Sumi pun semakin lama semakin mundur dan menjauhi wanita. wanita nggak mengerti apa maksud Sumi menjauhinya, dia pun tersenyum.

“Kau lupa siapa aku, ya?” tanyanya

Sumi mengangguk, bahkan mungkin dia tidak kenal siapa orang itu, meski warna matanya tak asing baginya.

“Ini aku Seirei” katanya

Sumi tetap diam. Dia berharap bisa kabur sekarang, wanita itu benar-benar memiliki mata yang membuatnya takut. Sumi ingin kakaknya datang sekarang, dia ingin kabur tetapi tidak bisa. kakinya sudah tidak mau bergerak, seperti lumpuh. Tetapi kakinya masih bisa menopang tubuhnya yang membawa tas besar.

“Kau benar-benar lupa, ya? ini aku Seirei, tante Seirei, atau bisa dibilang Rui” katanya ingin membuat Sumi ingat.

Sumi mencoba berpikir sejenak. Nama “Rui” tak asing baginya. Saat diingat-ingat, Sumi ingat kalau dia itu Tantenya! Nggak disangka sudah 3 tahun tak bertemu langsung lupa. Apa lagi dia tante kesayangannya. Duuh… apa karena dia sedang panik otaknya jadi berkerja seperti siput, ya..?

“Aku ingat! Tantu Rui, kan? Aduuh.. maaf, aku sedang panik jadi kerja otakku sedikit lamban, maaf..” kata Sumi yang menundukkan kepalanya.

Rui tersenyum, lalu mengelus-elus kepala Sumi. Sumi hanya diam, dirinya merasa imut dimata Rui.

“Tak apa. Ada apa? Sepertinya kau kelelahan sekali, bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan? Mungkin bisa membuatmu sedikit relax” saran Rui

Sumi berpikir sejenak, dia ingin ikut tantenya, tetapi sekarang harus mencari kakaknya yang dimana dia tidak tau sedang berada dimana. Rui yang melihat Sumi gelisah pun, mencoba membantu meringankan bebannya.

“Ada apa? Sepertinya kau punya masalah. Mau ceritakan padaku?” tanya Rui

“Itu, aku tersesat.. Sekarang sedang mencari kakak, tetapi aku tidak tau kakak ada dimana” kata Sumi menundukkan kepalanya

“Aku mengerti, bagaimana kalau aku ikut membantumu mencari kakakmu?” tanya Rui dengan suara yang begitu lembut

Sumi tersenyum dan mengangguk senang. Sekarang Rui mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Getrin, dan mengajak Sumi untuk istirahat sejenak disebuah kafe dekat bandara. Sumi merasa lega karena ada tante Rui yang mau membantunya, dia benar-benar merasa beruntung memiliki tante yang baik sepertinya..



Getrin bingung harus mencari Sumi kemana lagi. Meski Suna dan kakaknya Yuuga sudah membantunya, tetap saja tidak ketemu

“Sama sekali nggak ada! Sumi kemana sih..?” tanya Suna cemas

“Padahal tadi aku sudah menyuruhnya untuk menunggu sebentar, tetapi aku malah terlalu lama, aku hanya kuatir jika dia diculik..” kata Getrin murung, panik jika hal itu akan terjadi.

“Kita cari sekali lagi, bagaimana?” saran Yuuga

“Nggak bisa! Kau kira aku nggak kelelahan mencarinya? Aku butuh istirahat” keluh Suna

“Dasar payah!”

“Biarin!”

Suna melirik Getrin yang merogoh saku celananya, ponsel Getrin berdering, telpon dari siapa?

“Halo?”

“Getrin,’kan? Ini aku tante Rui”

“Eh? Tante? Lama tak berjumpa. Bagaimana keadaan anda? Baik?”

“Ya, bisa dikatakan begitu. Sekarang aku sedang bersama dengan Sumi. Dia mencarimu dari tadi”

“Apa? Anda bersama Sumi? Dimana dia?”

“Sekarang dia sedang bersamaku di kafe dekat pintu kedatangan luar negri. Apa kau bisa kemari?”

“Tentu saja! Sangat bisa! saya akan segera kesana”

Getrin langsung menutup teleponnya dan mengatakan kalau Sumi berada bersama tantenya. Suna dan Yuuga merasa lebih tenang. Syukurlah Sumi nggak apa-apa. Mereka bertiga pun langsung pergi menemui Sumi di kafe, ternyata benar Sumi ada disana sedang asik minum capucino.

“Ya ampun! Anak ini di-wanted-wanted malah asik minum capucino!” gerutu Yuuga

“Kalau kalian mau akan aku belikan juga” kata Rui menawarkan dengan senyumnya.

Yuuga menggeleng. Dia tidak suka capucino, lebih suka menum coffe. Suna pun langsung duduk disamping Sumi dan minta sedikit capucino-nya. Sumi tidak mau memberikannya, Rui lalu memesan 1 capucino lagi untuk Suna. Suna pun tersenyum malu karena kuatir dianggap merepotkan, tetapi tidak, justru Rui amat sangat senang jika bisa membelikan sesuatu yang diinginkan seseorang.

“Suna-chan, kenapa bisa ada disini?” tanya Sumi sambil meminum capucino-nya

“Aku datang menjemput kakak, dia habis tugas ke luar kota” balas Suna yang melihat Sumi asik minum capucino dan nggak ingin berbagi.

Tak lama, capucino pesanan Suna datang. Suna sudah tak butuh Sumi untuk minta, tetapi kali ini malah Sumi yang minta ke Suna. Suna pun berbaik hati pada Sumi. Dia masih ingat kalau Sumi sedikit ke kanak-kanakkan. Padahal Sumi seumur dengannya dan sekarang akan bersekolah di sekolah yang sama dengannya. Suna berharap dia akan sekelas dengan Sumi. Begitu juga dengan Sumi, berharap akan sekelas dengannya.

“Suna-chan, bagaimana keadaan Syuna-chan?” tanya Sumi

“Entahlah, aku sudah lama nggak berhubungan dengannya” balas Suna murung

Ya, sudah lama tak berhubungan dengannya, semenjak kakaknya pindah sekolah akibat ulah temannya, Renna. Anak itu selalu saja menjahati Suna dan Syuna, padahal mereka berdua nggak salah apa-apa. Menyebalkan! Selalu saja mengganggu! Tetapi meskipun begitu, sekarang Renna pergi ke luar kota, kehidupan sekolah Suna pun menjadi damai, tetapi kakaknya tetap saja tidak ingin kembali kesekolah yang lama. Dia ingin berada di sekolahnya yang sekarang. Dia merasa nyaman disana.

Minggu, 03 Oktober 2010

Between 2 Love (Chapter 9 : Please, Don't forget me)

“Kau siapa?” Tanya Ney ketika dia sadar, wajahnya sedikit pucat

Apa? Siapa? Jangan katakan…

“Kau bicara apa? Ini aku Suna” kata Suna mencoba membuat Ney mengingatnya.

Suna yakin dia salah dengar. Ney nggak mungkin melupakannya. Lagi pula, kalau pun Ney melupakannya, apa yang akan dia lakukan?

“Siapa?” Tanya Ney

“Hei, Chibi, kau tidak mengenalnya? Dia ini temanmu. Suna” kata Halzen

“Suna? Siapa?” Tanya Ney mengerutkan keningnya

“Kakak tau siapa dia?” Tanya Ney lagi

“Apa? Tunggu dulu, kau mengingatku tetapi tidak mengenal Suna? Apa jangan-jangan kau melupakan bocah-bocahmu juga?” Tanya Halzen mencoba meyakinkan

“Sudah berapa kali aku harus memberitaumu H.A.L.Z.E.N…?? Jangan panggil mereka BOCAH!!” pintah Ney

Halzen dan Suna terdiam. Suna merasa dadanya terasa sakit. Sekejap energinya menghilang begitu saja. Suna seakan-akan kehilangan keseimbangan lalu pergi keluar kamar rawat dengan terburu-buru. Suna pergi, dia berlari entah kemana. Tak tau arahnya, yang terpenting adalah dia benar-benar pusing, tak bisa mengeluarkan energinya, tubuhnya seakan-akan tak bernyawa tetapi bisa bergerak. Semua seperti melayang-layang. Kemana dirinya?

Suna pun terduduk dibangku taman rumah sakit. Dia ingat kursi yang didudukinya itu adalah kursi yang waktu itu dia duduki pada saat tertidur dan bermimpi. Suna menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Dia merasa sakit, bahkan sampai bernafas saja sakit. Dia seperti mati rasa, tak tau apa yang dilihatnya, pemandangan begitu gelap dimatanya. Tangan sampai ujung kakinya menggigil lalu tanpa sadar mengeluarkan air matanya dan menangis.

Aku tak percaya Ney melupakanku begitu saja… apa yang sudah ku lakukan padanya? Apa dia membenciku? Apa dia ingin aku tidak ada?

Suna hanya duduk diam. Dia seperti patung, tidak bergerak, tubuhnya sulit bergerak, tidak bisa mengeluarkan suaranya dan mulai takut dengan kenyataan bahwa Ney melupakannya. Kalau Ney memang amnesia, dia bisa memakluminya, tetapi Ney masih ingat Halzen juga sahabat-sahabatnya itu.

Sadarlah dari mimpimu Suna! Ney nggak mungkin melupakanmu! Dia adalah sahabat yang amat sangat berarti bagimu, sama seperti Ney menganggapmu! Mungkin Ney masih agak lelah jadi ingatannya masih agak lupa-lupa atau karena baru sadar dari kecelakaan dan luka parahnya… Tapi… Kenapa… Kenapa hanya aku yang dilupakannya..?

Suna pun mulai menangis. Dia bersandar dibangku taman lalu menatap langit sambil meneteskan air matanya

Aku tak ingin kau melupakanku…
Setetes air mata pun menetes kematanya..
Aku tak ingin kau tak mengenalku…
Setetes demi setetes air matanya terjatuh…
Aku ingin kau mengetahuinya dulu…


Saat Suna menyadari sesuatu. Yang terjatuh ketangannya bukanlah air matanya. Tetapi hujan. Ya hujan rintik-rintik. Apakah awan juga menangis bahkan lebih deras dari tangisan Suna..?

Orang-orang kembali masuk ke rumah sakit. Hanya Suna yang berada disana, duduk diam dibawah pohon dan basah karena kehujanan. Saat Suna sadari bahwa dirinya sudah tak merasakan tetesan air hujan. Suna melirik ke atas dan melihat ada seseorang memayunginya. Suna melirik ke belakang dan dia melihat Getrin sedang berdiri membelakanginya.

“Suna, kenapa disini saat hujan? Ayo masuk ke rumah sakit!” pintah Getrin

Suna tidak menjawab. Mulutnya tidak mau terbuka dan berkata-kata. Getrin yang melihat Suna hanya diam tak bergerakpun terpaksa menggendong Suna masuk ke rumah sakit supaya dia tidak basah kuyup lebih dari itu. Dia bisa masuk angin.
Suna tidak menyadari kalau dirinya digendong Getrin. Suna merasa kalau dirinya terbang disebuah pelukan. Hangat, dan nyaman, sama seperti Ney..



Getrin membawa Suna ke kantin rumah sakit. Dia sepertinya benar-benar syok karena Getrin sudah tau kalau Ney melupakan Suna. Sebenarnya Ney amnesia terhadap Suna karena dia ingin melupakan saat Suna bersamanya pada saat sehari sebelum kecelakaan.

“Aku tau kau masih syok, ya?” Tanya Getrin

Suna hanya diam. Wajahnya murung tanpa ekspresi. Matanya terasa berwarna hitam gelap pekat.

Baiklah, Getrin bersaha untuk tidak membahas Ney,
Yang penting sekarang Suna sudah baik-baik saja dan ku harap Suna bisa melupakan Ney untuk beberapa saat sampai Ney kembali mengingatnya

Getrin mencari topik lain yang disukai Suna. Suna mulai menatap Getrin lalu Getrin mencoba membuat Suna senang. Membahas yang lain selain keadaan Ney membuat Suna kembali. Suna bahkan sampai tak sadar kalau dia dan Getrin sudah mengobrol lebih dari sejam. Tetapi Suna masih saja enjoy. Getrin masih berharap Suna bisa melupakan Ney untuk beberapa saat sampai ingatan Ney kembali seperti semula.

“Suna, mau ku antar pulang?” Tanya Getrin

“Boleh saja, tetapi aku harus kembali ke kamar rawat dulu, aku meninggalkan ponselku disana” balas Suna lalu pergi meninggalkan Getrin

Getrin yang melihat Suna pergi meninggalkannya, langsung mengejar Suna dan mengawasinya kuatir akan ada apa-apa dengannya.

Getrin melihat Suna masuk ke kamar rawat Ney, dilihatnya Suna mengambil ponselnya dan melihat Ney yang sedang beristirahat. Suna lalu mengelus-elus kepala Ney dan berkata untuk cepat-cepat menginatnya. Suna lalu keluar dari kamar rawat, dilihatnya Getrin di depan pintu kamar rawat Ney, membuat Suna bingung dan bertanya pada Getrin

“Sedang apa kau disini Getrin?” Tanya Suna

“Aku mengawasimu, kuatir kau akan syok lagi..” balas Getrin

Suna terdiam murung. Lalu kembali bangkit dan tersenyum pada Getrin dan berkata kalau dia sudah tak apa-apa dan itu karena Getrin yang sudah menghiburnya.
Getrin tersenyum mendengar kata-kata itu dari Suna. Getrin lalu merangkul tangan Suna dan mengantarnya pulang ke rumah…

Sabtu, 25 September 2010

Between 2 Love (Chapter 8 : My Felling)

Oprasi Ney berjalan sukses. Suna merasa lega karena Ney sudah baikkan. Meski dia belum membuka matanya..

Suna duduk dibangku samping kasur Ney. Dia menatapi wajah Ney yang tertidur dan masih saja berharap akan membuka matanya. Tak lama, keluarga Ney juga sahabat-sahabatnya datang. Suna keluar membiarkan mereka bersama Ney sementara. Selagi menunggu, Suna pergi ke luar rumah sakit. Dia pergi ke toko bunga untuk membeli buket bunga untuk Ney.

Kuharap Ney baik-baik saja kata Suna dalam hatinya

Sesudah itu, dia kembali ke rumah sakit. Dilihatnya keluarga Ney masih ada didalam. Suna hanya diam lalu duduk di bangku depan kamar rawat Ney, menunggu keluarganya selesai. Suna sempat bengong dan banyak berhayal, meski semua itu langsung dilupakannya ketika salah satu sahabat Ney menyadarkannya dan mengajaknya makan siang bersama.

“Jadi kau disini sudah sejak Ney masuk RS?” Tanya Erza

“Iya, bisa dibilang begitu…” balas Suna murung

Suna merasa nggak enak bersama mereka, dia ingin kabur, ingin pergi, tak ingin melihat mereka, bertemu, mendengar suaranya, ataupun menatapnya. Dia merasa sesak dibuat mereka.. Ah bukan mereka… Salah satu diantara mereka…

“Kau pacarnya, ya?” Tanya Ray

Suna hanya diam tanpa kata. Wajahnya memerah dan dia menunduk untuk menutupi wajahnya. Ray yang melihat Suna hanya diam menunduk, langsung tertawa dan memberitau kalau dia hanya bercanda.

Tak lama, Halzen datang secara tiba-tiba dan membuat semuanya kaget begitu saja. Suna merasa kalau Halzen sedikit mirip dengan Ney, hanya saja rambut Zen lebih pirang ketimbang Ney. Suna jadi merasa kalau Halzen adalah Ney generasi ke 2, hehehe.

“Yo Bocah-bocah!” katanya

“Bocah..? Dasar bapak-bapak berkumis nan berjenggot panjang!” hina Erza

“Saya belum tua lho!” balas Halzen dengan tatapan sebal

“Terus?” Tanya Erza cuek

“Anu maaf, aku mau kembali dulu, terima kasih atas makan siangnya. Aku nggak ingin mengacaukan acara kalian..” sambung Suna lalu pergi meninggalkan mereka.

Halzen yang melihat Suna pergi, secara diam-diam mengikutinya. Suna ternyata kembali ke kamar rawat Ney. Dilihatnya dia masih memejamkan matanya. Suna pun murung. Dia menggigit bibir dan terus-terus bertanya-tanya kapan Ney akan sadar..?

Kapan kau sadar? Sekarang? Nanti? Besok? Atau tidak akan membuka matamu lagi? Kumohon jangan, aku nggak ingin kehilanganmu, aku ingin terus bersamamu… Aku selalu merasa nyaman bersamamu, entah kenapa aku jadi berbedar melihatmu, bahkan kalau kau menutup mata seperti ini. Apa kalau kau membuka matamu, jantungku bisa berdebar 2kali lipat lebih cepat? Ataukah jantungku akan copot dan aku akan jatuh begitu saja? Tidak. Semakin aku melihatmu, aku jadi merasa nyaman, begitu hangat. Tapi apa perasaan ini sama seperti aku bersama Getrin? Tapi ada yang berbeda antara dirimu dengan Getrin. Aku ingin selalu kau berharap… Aku ingin selalu kau mengerti… Kalau aku, menyukaimu..

“Sudah ku duga” kata seseorang dibalik pintu.

Saat Suna melirik siapa dia, ternyata itu Halzen! Dia mengintip? Ataukah dia membaca isi hatiku?

“Kenapa kau bisa ada disini?” Tanya Suna

“Seperti biasa, aku agak penguntit sama seperti CHIBI” balas Halzen

“Chi… Chibi..?” Tanya Suna bingung

Halzen hanya diam. Dia tidak membalas. Halzen lalu menyentil kening Suna. Suna tidak mengerti apa maksudnya. Dia mencoba bertanya tetapi tidak bisa karena Halzen menatapnya sinis. Kenapa?

“Kau menyukainya, ya?” Tanya Halzen

Suna hanya diam. Dia tidak berkata sedikitpun. Sesaat keadaan jadi hening. Lalu Suna bertanya pada Halzen bagaimana dia bisa mengetahuinya?

“Bagaimana? Kau sendiri yang mengucapkannya” balas Halzen bingung

Suna sama sekali tidak menyadari kalau ternyata tadi dia mengatakannya. Dia pikir itu hanya suara hatinya saja. Suna pun langsung terdiam dan menunduk menutupi wajahnya lagi. Halzen lalu tertawa kecil melihat Suna yang malu ketika ketahuan menyatakan perasaannya. Dia lalu menyentil kening Suna dan tetap tertawa. Suna lalu mulai mengomeli Halzen, dia memang mirip dengan Ney. Sama-sama heboh! Mungkin Suna akan kewalahan kalau Halzen harus jadi kakaknya sendiri. Kehidupannya akan makin kacau nantinya!

“Memangnya aku mengucapkannya, ya? Aku sendiri tidak menyadarinya” kata Suna menahan omelannya

Halzen masih saja tertawa. Suna pun terdiam menatap sinis Halzen. Halzen yang melihat tatapan mata Suna pun mulai mengangkat kedua tangannya tanda dia menyerah.

“Baik baik, aku nggak tega melihat seorang wanita harus marah-marah, apa lagi kalau sampai menatap sinis begitu” kata Halzen yang sedang mengangkat kedua tangannya

Suna mengerutkan kening. Dia merasa drajatnya sebagai perempuan direndahkan Halzen. Sebenarnya dia tidak marah, hanya sebal dengan helakuan Halzen yang terus-terusan mempermainkannya padahal dia serius.

“Ya, aku mendengarnya. Mungkin tanpa sadar kau tidak tau kalau kau mengucapkannya. Untunglah hanya ada aku, kalau sampai ketawan yang lain, entah bagaimana nasibmu nanti”

“Nasibku akan baik-baik saja”

“Aku tak meyakinkannya”

“Tapi aku yakin”

“Aku tidak”

“Aku yakin”

Halzen pun menatap Suna sambil tersenyum-senyum. Suna pun juga ikut senyum-senyum karena merasa kalau Halzen itu aneh!

“Baiklah, aku menyerah lagi.. Pendapat orang berbeda-beda. Apa lagi kau belum tau bagaimana histerisnya kalau Bocah-Bocah dan Orangtuanya mendengarnya! Mereka bisa memberimu hadiah 1000 pertanyaan dan bisa saja melakukan hal yang nggak-nggak padamu!” kata Halzen memberitau acuh tak acuh

“Aku harap kau berjanji mau merahasiakannya” kata Suna murung sambil menggenggam tangannya.

Halzen hanya diam. Suna tidak yakin kalau Halzen bisa menjaga harasia. Firasatnya jadi tidak enak, apa dia salah memilih orang untuk jaga harasia? Apa Halzen orang yang suka memberitau rahasia orang lain? Apa dia bisa dipercaya? Ya…

“Baiklah, aku akan merahasiakannya! Aku janji! Tapi sampai kapan kau mau aku merahasiakannnya?” Tanya Halzen

“Sampai aku bisa menyatakannya sendiri” balas Suna

Halzen tersenyum lagi pada Suna. Gadis itu benar-benar menarik untuknya. Anak yang unik, polos dan gampang percaya pada orang yang belum terlalu dikenalnya. Itu tidak baik untuknya…

Sesaat suasana jadi hening. Tetapi keheingan itu terputus ketika Suna melihat Ney membuka matanya. Suna langsung memeluk Ney tanpa sadar mengeluarkan air matanya. Suna amat senang. Bahkan amat sangat senang. Dia tidak tau apakah kesenangan ini bisa lebih dari kesenangan yang lain. Sekarang dia amat sangat bersyukur pada Tuhan. Tetapi..

“Kau siapa?”

Senin, 13 September 2010

Between 2 Love (Chapter 7 : Waiting you until open you're eyes )

Suna segera bergegas pergi kerumah sakit tempat Neyza dirawat. Dirinya amat sangat panik sampai tak tahu ingin berkata apa lagi. Suna melihat ke jendela pintu kamar rawat Neyza dan ternyata dia benar-benar ada disana! Apa yang dikatakan temannya pun nggak salah!

‘Kenapa ini bisa terjadi..?’ Tanya Suna

Tak lama, Suna mendengar seseorang memanggilnya. Saat dirinya melirik kea rah orang tersebut, ternyata dia Getrin! Suna berlari kea rah Getrin lalu memeluknya menutupi wajahnya yang sedang sedih tanpa berkata sedikitpun. Getrin pun murung melihat wajah Suna, dia lalu memeluk Suna dan mencoba menenangkannya.

“Aku dengar katanya Neyza tertabrak mobil,ya?” Tanya Getrin

Suna hanya diam. Dia tak menjawab sama sekali. Getrin pun tersenyum, lalu menyenderkan kepalan Suna kebahunya.

“Sudahlah, tak usah diambil hati! Aku yakin Neyza pasti akan baik-baik saja! Asalkan kau selalu percaya pada dirimu kalau Neyza akan baik-baik saja, pasti hal itu akan terkabul” kata Getrin mencoba menghibur Suna

Suna masih saja terdiam. Tak sedikitpun ia berkata. Tak lama, seorang dokter keluar dari kamar Neyza. Suna langsung saja bertanya padanya tentang ke adaan Neyza.
“Dokter! Bagaimana ke adaan Ney? Dia baik-baik saja,’kan?” Tanya Suna

Dokter itu pun menundukkan kepalanya lalu menggeleng. Suna pun terdiam murung tak percaya. Seberapa parah keadaan Neyza?

“Kaki kanan dan tangan kirinya patah begitu saja, ditambah lagi sepertinya dia membutuhkan pendarahan yang cukup banyak diakibatkan banyaknya darah yang keluar pada saat kecelakaan. Dan lagi, dia perlu di opname sampai sembuh total juga oprasi untuk membetulkan kakinya dan juga tangannya. Ini memerlukan biaya yang cukup besar juga pengorbanan yang besar. Tapi akan ku usahakan untuk menyelamatkan jiwanya” jelas dokter itu.

Suna hanya murung. Dirinya menatap Neyza dari kaca pintu ruang rawat Neyza. Dilihatnya Neyza tertidur tak membuka matanya sedetikpun. Suna ingin sekali mencoba menolongnya. Dirinya tak ingin kehilangan Ney secepat itu. Masih banyak hal yang ingin dia lakukan bersama Ney.

“Getrin aku… Akan menolong Ney…” kata Suna masih agak gugup

Getrin terdiam lalu tersenyum pada Suna. Getrin lalu mengelus-elus kepala Suna dan Suna mulai tersenyum.

“Baguslah kalau begitu, aku juga akan membantumu Suna” kata Getrin sambil tersenyum pada Suna

“Terima kasih Getrin” balas Suna sambil tersenyum ke Getrin

Esoknya…

“Suna, hari ini kau benar-benar mau menginap di rumah sakit?” Tanya Getrin

“Iya, tapi aku akan tetap sekolah kok!” balas Suna sambil tersenyum ke Getrin

Getrin hanya diam menatap Suna. Suna pun lalu pergi meninggalkan Getrin membawa barang-barangnya. Getrin pun mengejar Suna. Suna bingung dengan Getrin yang mengejarnya.

“Ada apa? Kau mau ikut?” Tanya Suna

“Nggak, Cuma mau menemanimu sampai rumah sakit. Aku kuatir kalau akan terjadi sesuatu padamu” balas Getrin

Suna tersenyum pada Getrin. Getrin pun menemani Suna sampai ke Rumah Sakit.
Sesampainya mereka di rumah sakit. Suna memasuki kamar Neyza. Dilihatnya Neyza masih belum membuka matanya dan berkata sedikitpun. Wajah Suna pun murung melihat Neyza. Dia lalu membuat origami 1000 burung bangau untuk Neyza.

‘Apa Ney akan terkejut kalau melihatnya, ya…?’ Tanya Suna sambil tersenyum membuat origami

Sambil membuat origami. Suna mendengarkan music menggunakan headset. Dirinya ingin menikmati waktu santai meski hanya sebentar. Sudah beberapa hari ini dia kelelahan karena Neyza juga Getrin yang terus-terusan memperebutkannya. Apa lagi waktu itu.. Waktu Neyza dan Getrin bertengkar disekolah. Suna masih ingat persis wajah Neyza yang benar-benar emosi. Seakan-akan tak ada yg boleh menjadi miliknya.

Tapi hal itu sudah berlalu. Dan sekarang yang ada hanyalah Neyza yang tertidur tanpa membuka matanya. Dengan penuh luka dan perban dirinya menutup matanya. Tak membuka sedetik, setengah detik, atau seper epmpat detik sekalipun. Mulutnya juga gak mau terbuka, tertutup rapat. Tak ada suara yang dikeluarkannya selama seharian. Sampai kapan hal ini akan berakhir..?

Ini kayak cerita Sleeping Beauty’ pikir Suna dalam hatinya yang senyum-senyum melihat Neyza yang tertidur sambil membuat origami

Memang. Ini mirip seperti cerita Sleeping Beauty. Tapi mungkin kali ini Suna lah yang menjadi sang pangeran sedangkan Neyza yang menjadi putrid tidurnya.

‘Tunggu dulu, kalau kayak cerita Sleeping Beauty berarti aku harus cium Ney biar dia sadar…?? NGGAKK!!! NGGAK AKAN!!’ pikir Suna dalam hati

Pikiran Suna mulai kacau. Dirinya melihat wajah Neyza yang tertidur itu jadi berdebar-debar. Suna pun mengelus-elus rambut Neyza lalu tertawa kecil dengan tingkahnya sendiri.

Tak lama, seorang dokter dan suster pun datang. Memberitau kalau besok Ney akan di oprasi kaki dan tangannya. Suna mengangguk, lalu keluar dari kamar Ney karena Ney harus dirawat terlebih dahulu. Suna pergi ke taman yang ada di rumah sakit. Taman di rumah sakit benar-benar bagus! Banyak tumbuhan dan bunga-bunga jadi terasa segar.

“Taman rumah sakit bagus juga, ya!” katanya sambil menghela nafas

Suna duduk di bangku taman dekat dengan pohon rindang. Tempat yang teduh, segar, wangi karena bunga-bunga Benar-benar membuat pikirannya tenang. Tanpa disadarinya, Suna pun tertidur di bangu taman. Dirinya bermimpi ada seorang cowok yang datang menemuinya. Dia mirip sekali dengan Ney. Apa memang dia Ney…?

“Kau siapa..?” Tanya Suna

Cowok itu hanya diam lalu mendekati Suna. Suna mencoba menjauh tetapi tak bisa. dibelakangnya sudah mentok. Tak ada jalan untuk keluar dari kanan, atau pun kiri. Cowok itu menjebak Suna. Lalu wajahnya pun mendekati wajah Suna..!!

“Ja.. Jangan..!” pintah Suna yang mencoba menghentikan cowok itu.

Cowok itu hanya diam. Lalu menyentuh bibir Suna dan dan dan…

“Jangan!!” pekik Suna yang terbangun dari tidurnya.

Suna pun kembali sadar dan langsung lupa akan mimpinya barusan. Suna masih ingat kalau dirinya tertidur di bangku taman karena suasana taman yang begitu tenang dan menyejukkannya.

“Aku harus segera kembali” kata Suna.

Suna pun beranjak berdiri dari tempat tidurnya, lalu dia pergi meninggalkan taman dan kembali ke kamar rawat Ney. Dilihatnya dokter masih belum selesai memeriksa Ney. Suna pun menunggu di kursi depan kamar rawat sambil memberitau Getrin keadaan Ney.

“Suna, bagaimana keadaan Neyza..?” Tanya Getrin di telpon Suna

“Kurasa belum ada perubahan, dokter masih memeriksanya. Ku harap akan ada kabar baik pada saat dokter keluar kamar rawat” balas Suna

“Aku juga berharap begitu..” sambung Getrin

Tak lama, dokter keluar dari kamar Ney. Suna langsung menutup telponnya dan menanyakan keadaan Ney.

“Dokter, bagaimana keadaan Ney..?” Tanya Suna serius

“Kau bisa lihat sendiri nanti” balas dokter itu singkat lalu pergi meninggalkan Suna.
Suna hanya diam lalu memasuki kamar rawat Ney. Dilihatnya Ney masih tertidur tak membuka mata dan berbicara sedetikpun.

‘Apanya yang harus dilihat…?’ Tanya Suna murung

Suna lalu menutup pintu ruang rawat. Dia berbalik arah dan masih saja melihat Ney tidak sadarkan diri. Suna hanya murung. Yakin dengan dugaannya kalau Ney takkan sadar semudah itu. Suna hanya duduk di depan Ney sambil murung. Berharap Ney akan cepat sadar. Akan cepat membuka matanya. Akan cepat memanggil namanya.

‘Perasaanku jadi gak enak..’ kata Suna

Jantungnya berdebar begitu kencang. Tak bisa di hentikan… Tak bisa berhenti… Tak tau harus bagaimana..

‘Ada apa dengan diriku..?’ Tanya Suna

‘Pikiranku kacau melihat Ney.. Apa yang ku pikirkan sama sekali nggak aku mengerti.. Jantungku berdebar melihat Ney… Mungkinkah, aku menyukai Ney…?’